Sabtu, 15 Mei 2010

MUSIC

Music bagiku seperti baterai. Meskipun kukatakan kalau aku bekerja sesuai dengan suasana hati, tapi music adalah bateraiku.
Saat sedih, saat senang, atau saat tidak punya ide sama sekali, kalau aku mendengarkan music yang kusukai biasanya suasana hatiku jadi baik dan bisa menemukan ide untuk hal yang kukerjakan saat itu.
Lagu yang kusukai cenderung yang easy listening dari aliran apapun, Jazz, Country, Rock, Pop, R n’ B, Hip Hop, Classic, Alternative. Dari banyak musisi dan penyanyi dari berbagai bahasa dan bermacam budaya dan dialek.
Meskipun begitu kesamaannya adalah lagu atau music itu selalu punya kesan luas, atau rasanya besar, bisa kau dengarkan dengan benjalan lambat ataupun untuk berlari.
Aku sangat berterimakasih pada musikus, penyanyi dan composer atau apapun sebutan untuk mereka, karena sudah membuat music yang indah. Sampai rasanya aku sudah diselamatkan dari hal-hal yang buruk, karena jadi tidak berpikir yang aneh-aneh.
Tuhan benar-benar memberikan talenta yang indah untuk semua orang, agar kita saling melengkapi.

Hati

Pak Mario Teguh dalam suatu sesi siaran di televisi mengatakan, “ Sebaiknya dalam bekerja manusia jangan menuruti suasana hati, karena suasana hati manusia naik turun, seharusnya seseorang bisa bekerja terus dalam semangat terbaiknya dalam perasaan apapun,”.
Kurasa mungkin maksud beliau, dalam bekerja seseorang harus profesional.
Aku ini orang yang emosional, persis seperti yang diskripsikan tentang orang yang tertarik dan bekerja di dunia seni.
Suasana hatiku berpengaruh dalam setiap pekerjaanku.
Gambar dan tulisanku hamper bisa mencerminkan apa yang sesungguhnya sedang kupikirkan dan kurasakan.
Aku sering memanfaatkan suasana hatiku kalau aku ingin menulis atau menggambar sesuatu yang menurutku sedang sesuai dengan perasaanku saat itu.
Masalahnya memang benar, kaadang aku sama sekali tidak bisa menulis atau menggambar kalau sedang tidak menginginkannya.
Repot .

LAMBAT

Lambat atau lamban ?
Dua kata yang menggambarkan diriku dengan nyaris 80% akurat. Karena begitu lamban banyak yang kulewatkan dalam hidupku. Takutnya aku bakal mengecewakan Tuhan dan orang tuaku, atau diriku sendiri.
Meskipun begitu kupikir tidak baik terlalu memikirkan apa yang mungkin sudah ku lewatkan, lebih baik memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk masa depanku.
Bisakah aku berubah menjadi lebih baik ?
Maukah diriku menjadi lebih baik ?
Seberapa besar kesungguhanku untuk bisa maju dan berkembang.
sepertinya aku tidak terlalu tahu apa yang harus kulakukan, tidak tahu apa yang terbaik bagiku.
Karena itu Tuhan, tolonglah aku.

HALO, APA KABAR ?

Aku paling benci pengkhianat. Ada suatu masa dimana aku merasa dikhianati seseorang. Orang itu datang padaku dan sepertinya berkata, “ Ayo kita berteman.” Karena berpikir semakin banyak teman semakin seru hidupmu, lalu juga berpikir orang itu keren karena menurutku dia pintar dan punya banyak teman, jadi aku suka diajak berteman dan masuk dalam kelompoknya.

Setelah beberapa lama kami berteman, yang ku pikir baik-baik saja, tiba-tiba orang itu mengajakku bicara, dan bertanya padaku, “ Apa kau tidak merasa dirimu aneh ?” Kerena merasa biasa saja ya ku jawab tidak. Dia menanggapinya mengernyit dengan ekspresi jijik yang tidak disembunyikan sedikitpun. Karena aku sama sekali tidak tahu masalahnya apa, jadinya benar-benar heran. Kemudian dia bilang, kalau mulai saat itu kami tidak bisa berteman, karena dia tidak bisa menerima diriku yang aneh.
Belakangan dia bilang, dia tidak mau berteman dengan ku karena menurutnya aku ini lesbian. Kenapa dia bisa berpikir begitu ya ? Masalahnya dia melihatku yang sedang ngobrol dengan teman cewek di tempat tidur dan kebetulan aku memeluk cewek itu. Kesalahanku adalah aku bilang padanya kalau ku lakukan itu karena aku tidak terlalu dekat dengan kakakku, alasan yang selain sama sekali tidak kuat dan malah memperparah situasi yang sudah terbentuk di pikirannya.

Akhirnya aku sampai pada kesimpulan apapun yang akan kukatakan tidak akan ada gunanya, dan aku juga tidak punya pembelaan yang kuat, kerena saat itu memang tidak punya cowok. Saat itu ku putuskan untuk tidak akan percaya lagi pada siapapun kecuali diriku sendiri. Di sisa waktuku di tempat itu aku hanya berusaha bersikap baik pada siapa saja tapi tidak ingin terlibat secara emosi dengan siapapun. Urusan orang biar orang itu mengurusnya sendiri, aku tidak peduli lagi.

Kalau bertemu dengan seseorang aku selalu curiga, apa yang orang ini pikirkan tentang diriku ? Apa yang ku lakukan sudah benar ? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah ? Sebaiknya apa yang harus kulakukan ? Aku juga tidak berusaha terlalu keras mencari cowok untuk kujadikan pacarku. Rasanya tidak percaya diri. Karena aku berpikir mungkin memang ada yang salah dengan diriku.

Waktu orang itu akhirnya mengatakan sesuatu yang mendekati permintaan maaf, aku mengatakan sesuatu yang yang kupikir bisa mengubah pandangannya tentang diriku, tapi malahan sepertinya sekali lagi mengatakan hal yang salah, aku memang bodoh, terdengar dan terlihat bodoh. Tidak bisa mengatakan sesuatu dengan benar, tidak bisa bersikap dengan benar. Sudah cukup. Aku benar-benar membenci diriku sendiri.
Untuk waktu yang lama aku sama sekali tidak berminat dekat dan berteman dengan siapapun. Karena tidak ingin pusing memikirkan pandangan orang tentang diriku kalau sampai berteman dengan cewek. Sampai teman-temanku yang sekarang datang dan membuatku percaya kalau tidak apa-apa berteman. Sebenarnya sampai saat itu aku tidak suka disentuh oleh siapapun. Rasanya canggung kalau harus memberi salam dengan cium pipi kiri kanan. Sampai sekarang sebenarnya aku lebih suka berjabat tangan saja.
Sulit memikirkan apakah aku ini berharga. Aku tidak ingin terjebak di masa lalu dan harus bisa membela diriku sendiri dan berdiri dengan tegak. Karenanya, aku setengah berjanji pada diriku sendiri, tidak akan langsung menilai orang dari satu kali pertemuan dan satu kali percakapan. Berusaha membuat diriku percaya setiap orang pasti lebih dari yang terlihat. Aku berusaha tidak mengkhianati siapapun. Tidak ingin menghakimi seseorang karena aku tidak akan tahu seberapa dalam akan menyakitinya. Kubuat diriku sendiri berpikir, kalau setiap orang pasti berharga bagi seseorang. Kalau menyakitinya, aku akan menyakiti juga orang yang menganggap orang itu penting bagi hidupnya.

Seseorang yang tidak punya pacar bukan berarti dia salah atau dia lesbian atau dia homo. Dia hanya masih belum punya pacar, karena kata temanku, waktu bagi seseorang berbeda-beda. Akan tiba saatnya aku punya cowok dan aku akan setia.
Satu hal yang ku percayai sekarang, aku bukan lesbian, dulu ataupun sekarang.
Aku menulis ini bukan hanya karena ingin membela diriku, tapi juga karena tidak ingin terjebak di masalalu. Kalau bertemu orang itu, aku ingin dengan tulus bilang padanya,
“ Halo, apa kabar ? “
Aku bertemu banyak teman yang baik padaku, sampai rasanya terharu, jadi tidak ada yang menghalangiku mengatakan itu.